Debu Gunung Kelud Selimuti Jawa, Erupsi Gunung
Kelud di Kediri memang tak banyak membawa korban jiwa. Namun dampaknya
terasakan sejumlah wilayah di Jawa. Debu tebal menyelimuti segala
penjuru kota. Tak jarang hal tersebut mengakibatkan banyak warga yang
celaka.
Kemarin, Jawa Pos mengamati secara
langsung dampak letusan gunung setinggi 1.775 meter tersebut. Sejumlah
kota yang berdekatan dengan Gunung Kelud harus merasakan akibat letusan
gunung api itu. Mulai dari Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto, Jombang. Yang
paling terdampak akibat erupsi tersebut tentu wilayah Kediri, karena
memang paling berdekatan.
Namun kedahsyatan letusan Kelud juga tak
merepotkan warga yang tinggal di sekitar wilayah Kediri. Maklum saja,
pasca letusan gunuung api itu, akses kendaraan umum juga makin sulit.
Ratusan penumpang kendaraan umum terlihat keleleran di jalan.
Agak susah menuju Kediri dengan
kendaraan umum kemarin. Hanya sedikit bus umum yang beroperasi. Padahal,
biasanya, saban haari lebih dari 100 unit bus lalu lalang melayani
penumpang yang menempuh perjalanan Surabaya-Kediri. Jawa Pos, sempat
mencatat hingga pukul 10.00 hanya empat bus yang melayani perjalanan
Surabaya-Kediri.
Debu Kelud juga banyak mengakibatkan
warga di sejumlah kota celaka. Pengendara motor jatuh saat melintas di
jalan raya adalah hal yang lazim terlihat. Maklum saja, pasir yang
menyelimuti jalanan, kerap membikin kendaraan bermotor oleng, lalu
terjungkal.
Kondisi beberapa kota menunjukkan
ketebalan debu Kelud. Di Mojokerto, debu memang tidak begitu tebal.
Namun, sebaran debu begitu merata. Di Jombang ketebalan pasir di jalanan
mencapai 4 cm. Itu terlihat di wilayah alun-alun Jombang dan wilayah
stasiun Jombang.
Kediri tentu paling terdampak erupsi.
Masuk kota Kediri begitu sulit. Kendati sudah siang, jarak pandang
kendaraan begitu pendek. Bahkan, tak sampai lima belas meter. Di wilayah
itu mencari akses kendaraan umum juga sulit. Banyak toko-toko yang
tutup. Pasir tebal menutup jalan raya. Akibatnya, jalan beraspal yang
biasanya berwarna hitam, total menjadi putih. Sepintas, Kediri berubah
menjadi gurun pasir.
"Di wilayah Kediri, teras rumah yang
ambruk karena tak kuat menahan beban pasir sangat mudah didapati.
Sejumlah warga banyak yang terlihat membersihkan pasir di atap rumah
mereka.
Bukan hanya itu, ikon Kabupaten Kediri
Simpang Lima Gumul terututup pasir tebal. Pusat keramaian yang biasanya
dijejali orang-orang yang tengah jalan-jalan ketika sore hari berubah
bak kota mati.
"Maklum saja, ketebalan pasir mencapai
lebih dari 6 cm," kata Kepala Bidang Penerangan dan Informasi Satuan
Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Kabupaten Kediri Adi
Suwignyo, kemarin.
Kondisi lebih parah terlihat di empat
kecamatan di Kediri yang bedekatan yang paling berdekatan dengan Kelud.
Yakni, Puncu dan Ngancar yang jaraknya sekitar 7 km, Kepung yang
jaraknya sekitar 8 Km dan Ngancar sekitar 9 km. Di wilayah itu ketebalan
pasir mencapai "15 cm.
Karakter pasir yang dimuntahkan Kelud
juga terlihat berbeda. Di wilayah Kediri, pasir yang tersebar cukup
lembut. Namun debu berterbangan kesana kemari, hingga membikin pedih
mata dan sesak nafas.
"Namun di wilayah empat kecamatan itu
adalah pasir bercampur kerikil dan batu, mirip sekali dengan hasil
bongkaran gedung-gedung. Jalan-jalan beraspal seperti tengah diuruk
kembali.
"Bahkan saat letusan pertama kali Kamis
(13/2) malam lalu, ada batu yang terlempar dan memancarkan api, ada
juga," kata Gunawan, seorang warga Sugih Waras, Kecamatan Ngancar. Sugih
Waras adalah wilayah yang paling berdekatan dengan Kelud. Jarak
terdekat di wilayah itu mencapai 7 km.
Jawa Pos juga berusaha memastikan
kondisi di wilayah itu. Pasir yang menutup atap rumah juga cukup tebal.
Banyak warga yang kendati sudah mengungsi, saat musibah mulai mereda
mereka balik kembali ke rumah mereka.
"Rupanya, warga kembali ke rumah untuk
membersihkaan pasir yang menutup genteng. "Kalau tidak begitu, justru
rumah saya yang bakal ambruk. Memang nekat, tapi bagaimana lagi," kata
Budiyono, warga setempat, ketika ditemui di tempat pengungsian.
Namun, karena ada kekhawatiran erupsi
terjaadi, tindakan seperti Budiyono semacam itu akhirnya dilarang.
Sejumlah petugas benar-benar melakukan sterilisasi wilayah, dengan
mencegat para pengungsi yang akan balik ke rrumah mereka.
Bahkan, banyak juga warga yang
mengantisipasinya dengan melubangi atap rumah mereka. Sehingga, bila
terjadi erupsi lagi, pasir langsung masuk ke dalam rumah. (git)