Siapa bilang “boneka” cuma buat anak-anak perempuan. Memang “boneka”
identik dengan anak perempuan. Tapi sekarang ada yang namanya
action figure,
yaitu replika miniatur tokoh-tokoh komik, video games, program
televisi, wrestler, dsb yang berbentuk mainan yang dapat diatur posenya.
Bagi pencintanya, action figure adalah seni. Detail, artikulasi,
pewarnaan, serta kemiripan dengan figur aslinya adalah hal-hal yang
sangat diperhatikan dalam melihat sebuah action figure. Fungsi utama
dari action figure biasanya untuk koleksi. Namun selain hanya menjadi
pajangan di dalam rak, action figure bisa juga dipakai sebagai “aktor”
dalam film stop motion.
Istilah action figure pertama kali digunakan oleh Hasbro pada tahun
1964 untuk memasarkan produk replika tokoh-tokoh G.I. Joe mereka. Karena
sasaran pasar mereka adalah anak laki-laki, mereka sadar bahwa anak
laki-laki gak mau bermain “boneka” (doll). Maka dari itu, istilah action
figure digunakan untuk menggantikan ‘doll’ yang terkesan cewek banget.
Action figure ini dibuat dengan ukuran 11,5 inci dengan outfit yang
dapat diganti-ganti sesuai fungsinya. Hasbro kemudian menyebarkan
lisensi produk action figurenya secara global dan inilah awal
popularitas action figure.
Pada tahun 1967, action figure Star Wars menuai sukses. Action figure
ini menjadi incaran banyak kolektor. Sukses Star Wars ini juga
menghasilkan standar baru dalam produksi action figure. Ukuran action
figure jadi lebih kecil yaitu 3,75 inci. Selain itu, bukannya
memproduksi satu tokoh dengan banyak varian outfit, Star Wars
memproduksi banyak macam tokoh dengan karakteristik khusus
masing-masing.
Tahun 1980, terjadi booming action figure kartun robot. Di Jepang,
Takara memproduksi replika Gundam dengan konsep ‘living robot’. Konsep
ini menampilkan action figure berbentuk sebuah objek yang dapat berubah
wujud menjadi robot. Di US, konsep ini diadaptasi oleh action figures
Transformer yang berupa robot-robot yang dapat berubah wujud menjadi
kendaraan. [rad]
Sumber foto: fasthack.com